Aku dan Selingkuhanku

Waktu kuliah dulu, aku punya teman kuliah cewek yang serba mini, Novi. Tingginya tak sampai 140 cm dengan berat badan yang hanya 40 kg. tak ada yang istimewa darinya. Tapi bagiku yang tingginya 186 cm dengan berat 95 kg, dia menjadi begitu, sangat dan sungguh istimewa. Dari antar jemput kuliah, ngerjain tugas bareng dan makan bareng, kuberanikan diri tuk mengutarakan keinginanku tuk mengecup bibirnya. Dan tenyata, dia berkata “Kenapa tidak langsung diciumaja?”. DEP!!! Kok mudah ya? Yang langsung aja kucium lembut bibirnya. Dan dia membalas ciumanku ini. Hahahahaaaa….. malah aku yang ndredeg jantungnya. Malam itu cukup sampai disitu. Belum berani lebih jauh.

Malam kuliah selanjutnya, saat pulang, aku diajak ke kamar kostnya. Maksud hati sih, yah nyambangin teman aja deh. Jadi tanpa bayangan macam-macam maen deh ke kostan nya. Ngobrol ngalur ngidul, gak kerasa panas juga kamarnya. Cuma pake exhaust van dan saluran udaranya terbatas. Dia gerah juga. Dan langsung aja tanpa pemisi dia ganti pakaiannya dengan sehelai kaos yang kebesaran untuk ukuran tubuhnya tepat di depan mata yang sudah nanar ini. Seksi, sangat seksi. Aku suka wanita, bukan perempuan, yang tahu bagaimana bersikap manja dan memancing lelaki. Namun aku masih gak berani angkat senjata. Dan kembali kita ngobrol berbicara seputar ekonomi makro Indonesia.

Gak kerasa sudah jam 12.00 tepat, aku jadi bingung gimana mau keluar dari kost ini. Kasihan dia, ntar diomongin aneh-aneh ato dilaporkan ke RT atao apalah. Dan dia menawarkan buat nginep. Hmmmmmmmmmmmm………… oke bolehlah. Di kamar kost yang sempit itu hanya ada single springbed dan dia minta aku tidur di sebelahnya. “Maaf, di lantai aja” jawabku. “Oke. Di lantai di sebelah kasurku ya…” pintanya. Kenapa tidak. Tak lama pun kami terlelap dalam gelapnya kamar.

Di tengah tidurku, kumendengar desahan. Siapa ya? Kucing? Gak gini deh suara kucing? Desah yang penuh rasa, gairah yang ditahan, berat. Aku bangun dan melihat Novi memainkan payudara ranum nan mungil dan meqi merah yang gundul.

Aku diam.
Tak mau mengganggu pemandangan indah nan eksotis ini.
Aku hanya diam mematung.
Dia terus bermain pelan, merasakan setiap gelombang sensasi yang bermain di syarafnya.
Aku harus diam.
Kedua tangannya mengusap payudara muda, ranum dan kecil itu, tanpa mau kehilangan sedikitpun sensasinya.
Aku masih diam.
Tangan kanannya turun meqinya, memainkan itilnya yang semakin melesakkan desah yang tercambuk dari bibirnya.
Aku pun keringet dingin.
Pinggul itu terangkat ke atas seolah adalah bantal di bawahnya, kaki membuka menunjukkan keperawanan yang minta untuk dipaksa.
Tanganku mengepal keras.
Dia teriak keras tertahan, tangan kanannya basah mengkilat.
Aku terduduk diam membisu.
Dia terkulai lemas menikmati seluruh sensasi yang menerjang dirinya.
Aku diam dan berpikir…
Mataku tertangkap matanya.

Novi, 30 tahun, masih single, baru diputusin pacarnya, seorang dosen di sebuah universitas ternama di Surabaya dan seorang karyawan di perusahaan ekspedisi. Tak heran tak ada waktu untuk berpacaran. Dan diusianya yang 30 tahun itu, dia hidup dalam fantasi. Sedangkan aku adalah seorang suami yang istrinya tengah mengandung, laki-laki yang sedang tak memiliki tempat penyaluran hasrat.

Aku berdiri dan tetap menatap mata sayu itu. Mata yang seolah meminta dan mengijinkan aku tuk menyentuhnya. Kuraba kulit tangannya dengan telunjuk dan jari tengah tangan kananku. Lembut. Ku elus pipinya sambil tetap menatap matanya dan ku cium tipis bibir merah itu dan dia, diam. Kuturunkan bibirku ke jemari kakinya dan ku cium serta kujilat ke atas. Jemari, kaki, betis hingga lipatan lututnya. Harum dan lembut. Kucium dan kujilat lipatan lututnya. Pelan namun pasti kubermain di situ.

Desahan indah kembali melesak dari bibirnya. Sambil memainkan lidahku di lipatan lutut kaki kanannya, kedua tanganku mengelus paha dan betis sekal itu. Novi meracau “Geli”. Aku pun menaikkan posisi mulutku dengan menjilati paha putih mulus itu. Lidahku serasa pahit, beku dan asin terkena keringat, parfum atau lotion yang ia pakai. Hingga tiba bibir ini di semak tipis yang tertata halus dan indah. Sengaja kulewatkan semak itu dan naik ke perutnya. Bukan perut yang sixpack, tapi tetap indah dalam jilatanku. Lalu naik ke payudaranya? Tidak. Kubalik tubuhnya hingga bisa kulihat bentuk papan surfing yang akan aku kendarai. Kujilat dan kucium pantat montok, keras dan kenyal itu. Kuremas dan kugigit dengan kegemasan tersendiri. Naik lidahku ke punggung dan belakang lehernya. Dia pun menggelinjang liar seakan dibanting ke lantai. Kumainkan lidahku di telinga mungilnya sambil meraba perut dan pantatnya. Kemudian kubalik lagi tubuh mungil itu hingga putingnya yang mengeras itu seakan menantang siapa saja yang melihatnya.

Dengan nafas menderu, gelora nafsu yang ku bendung dan badai hasrat yang harus ku tahan, ku cium tipis putting itu. Novi teriak tertahan. Kujilat dan kupilin putting kanan sembari putting kirinya kumainkan bak tuning radio. Kemudian kujilat bukit mungil itu dengan penuh khitmad. Akhirnya kuturunkan wajahku berhadapan dengan meqi mungil nan merah itu. Ku belah dengan tanganku dan lidahku pun meluncur halus ke klitorisnya besar. Well, wanita semungil ini klitnya malah gede. Permainanku yang halus pun mulai ku tekan, mulai agresif kumainkan meqinya. Sembari membasahi klitnya dengan ludahku. Tanganku langsung meremas kasar pantatnya yang kenyal itu. Lidahku kumasukkan ke lubang meqinya tuk menghisap cairan cinta yang mengalir bak lava. Kuhisap habis cairan cinta itu hingga kering meqinya. Langsung ku masukkan satu payudaranya ke dalam mulut hingga masuk semua ke dalam rongga mulutku. Sambil tangan kananku memainkan klitnya hingga dia kebingungan dan hanya mampu mengatakan “Enak sayang”. Semakin aku murka seakan mau mengoyak tubuh mungil itu dan menelannya. Ku lancarkan agresiku kasar dan keras. Jilatan, ciuman, genggamanku serasa overload powernya. Hingga meninggalkan banyak memar.

Kusodorkan 15cm ku ke mulutnya dan kembali kuhisap meqi mungilnya. Sama-sama terbakar dalam nafsu, kami saling memberikan kenikmatan. Saling membalas. Saling menyiksa. Dan kami sama-sama meledak dalam gelap dan dinginya dini hari itu. Lemas dan keterbukaan setelah ledakan nafsu, aku berbaring di sisi tubuh mungil nan indah itu sambil memainkan puttingnya dengan jemari tanganku.

Tak lama kemudian, my junior has awake. Langsung kuangkat kedua kakinya ke atas dan kuhujamkan 15 m ku ke meqinya dengan membabibuta, tanganku meremas payudara dan mulutku menempel ketat di lehernya. Kasar dan keras ku kendarai papan surfing-ku. Seakan ombak marah dan murka. Rasanya ingin kumasukkan semua 15 cm ku ke meqinya. Kemudian aku berbaring dan kuangkat dia duduk di atasku, 15 cm ku langsung mencari jalannya sendiri masuk ke meqinya. Kuposisikan kedua kakinya selonjor di dadaku dan kugenggam masing-masing kakinya sambil ku goyang kakinya sehingga 15 cm ku bergerak sendiri dalam rahimnya. 10 menit ku bertahan dalam posis itu. Novi? Dia mendesah dan melenguh keras. Novi minta doggy style dan kuberikan walau agak sulit karena perbedaan postur yang cukup jauh. Tapi tetap saja, ada nafsu ada jalan. Semua tenaga dan daya tahanku kukeluarkan tuk menghujam meqinya dari belakang. Kutekan, kuhujam, kupaksa hingga Novi dian kwalahan. Dan akhirnya kami berteriak berbarengan. Ledakan kedua malam itu. Indah, sensasional dan erotis.
Kami pun lemas lunglay dalam gelap.

__________________
Tamat

0 komentar: